Senin, 14 Juli 2008

SULAMAN, KERJA SUNYI YANG HARMONIS


Di tengah desakan industrialisasi, yang memungkinkan semua produk (seni) dibuat secara massal, seni sulaman ternyata masih tetap menunjukkan eksistensinya. Ada yang dilakukan sebagai hobi, ada pula yang dijadikan sebagai usaha rumah tangga. Tapi tahukah Anda, aktivitas "merangkai benang" yang kelihatannya sederhana ini, sesungguhnya telah mewarnai kehidupan manusia selama ribuan tahun?

Ya, seni sulaman untuk busana di atas aneka kain dan tenun memang sudah lama ada. Ini ditunjukkan oleh peninggalan sejarah dalam bentuk tulisan, visual, lukisan, atau temuan arkeologis. Di belahan Bumi Timur, khususnya Tiongkok, berbagai dokumen mencatat sulaman sudah dikenal sekitar 2.255 sebelum Masehi (SM). Sulaman itu banyak dihasilkan pada zaman Dinasti Chang (1766 - 1122 SM), menggunakan benang emas dan perak menghiasi jubah para kaisar Cina yang berbahan sutra hitam.

Bermula hanya untuk menandai kalangan atas dan istana, sulaman secara berangsur meluas jadi milik masyarakat. Pada masa Dinasti Chou (475 - 221 SM) bentuk sulaman relatif masih sederhana, lalu berkembang menjadi canggih dan mencapai taraf artistik tinggi pada zaman Dinasti Han (206 - 22 SM), masa ketika secara ekonomis Tiongkok mengalami zaman keemasan.

Perkembangan seni sulaman makin mengental, baik dalam teknik penggarapan, pola, maupun bahan-bahan yang digunakan. Zaman Dinasti Ming (1368 - 1644), secara sosiologis, seni sulaman berkiblat ke bisnis dan profesionalisme. Bahan-bahan dasarnya pun makin bervariasi.

Selain Tiongkok, sejarah mencatat bahwa orang-orang Mesir juga termasuk penyulam andal. Mereka mengaplikasikan teknik menyulam pada kulit dan memadukannya dengan manik-manik. Pusat-pusat sulaman lain pada zaman yang kurang lebih sama adalah Persia purba, Babilonia, Israel, dan Suriah.

Di seluruh Eropa, gaya sulaman banyak dipengaruhi oleh motif-motif dekorasi yang meluas di kawasan kekaisaran Roma sebelah timur. Perkembangan selanjutnya, sulaman memperkaya busana termasuk jubah-jubah di lingkungan biara atau istana, hiasan dinding, dan perlengkapan rumah tangga. Selama berabad-abad sulaman tumbuh seiring perkembangan gereja (manifestasinya tampak dalam aneka karya seni gerejawi).

Di Inggris, sejak Era Tudor, bahkan hingga kini, sulaman menjadi kerajinan rumah tangga. Pekerjaan pelengkap ini kemudian dikenal publik sebagai keterampilan perempuan. Menggunakan jarum dengan teknik tinggi menjadi keterampilan prasyarat seorang putri bangsawan. Misalnya, karya Elizabeth I dan sepupunya dari Skotlandia, Mary Queen, merupakan karya bersejarah di masanya. Gaya sulaman Elizabethan blackwork kemudian terkenal di abad ke-16, tersebar sampai Spanyol dengan menggunakan benang dari linen warna putih dan pintalan wol warna hitam.

Memasuki abad ke-18, penemuan pengetahuan mengenai spesies tetumbuhan dan bunga-bunga, semakin memperanggun motif sulaman. Begitu juga datangnya Revolusi Industri - yang ditandai dengan kecenderungan penyederhanaan - berdampak pada sulaman dalam segala bentuknya. Seorang Jerman yang terinspirasi oleh desain pekerjaan kanvas sang istri, bahkan mulai memroduksi grafik warna yang dijualnya ke seluruh Eropa daratan, Inggris, dan Amerika Serikat.

Meski kecenderungan budaya pop di abad ke-20 mengitari kita, bukan berarti sulaman surut langkah. Di tahun 1960-an, menyulam menjadi kegiatan serius di sekolah dan akademi. Teknik keterampilan menyulam pun berkembang pesat di banyak negara, berbuntut diciptakannya mesin sulaman (bordir), sampai pembuatan pola dengan memanfaatkan komputer. Hal tersebut makin mengangkat sulaman tangan sebagai fine art.

Tidak ada komentar: