Jumat, 18 Juli 2008

IKAN VS HAMA

Tahun 1980-an, serangan hama wereng mendatangkan kerugian cukup besar pada petani. Satu dekade kemudian, gantian hama kupu-kupu putih ("sundep") menggagalkan panen padi di "lumbung beras" Karawang, Jawa Barat.

Pada kondisi normal, sebenarnya kehadiran hama di sawah bukanlah "musuh" berarti, tetapi bagian dari ekosistem sawah. Di sini hama bisa dipertahankan pertumbuhannya sehingga populasinya tidak mengganggu kehidupan anggota ekosistem lainnya. Adanya pemangsa membuat hama tak berkutik.

Keseimbangan terganggu manakala salah satu rantai ekosistem terganggu. Hal ini bisa terjadi akibat penggunaan pestisida yang malah memusnahkan pemangsa alami tadi. Populasi hama pun dari waktu ke waktu merangsek naik sampai suatu saat menjadi sulit dikendalikan.

Belajar dari pengalaman, seharusnya pengendalian hama dilakukan dengan hati-hati. Kita tidak boleh melupakan peran hewan pemangsa hama secara selektif tersebut. Tak heran kalau para ahli sangat menganjurkan untuk mengendalikan hama dengan hewan pemangsa ini. Pengendalian hama dengan teknik seperti itu dikenal dengan sebutan pengendalian hama secara hayati.


Berkaitan dengan itu, banyak petani yang belum menyadari bahwa ikan pun bisa dijadikan pengendali hama hayati tanaman padi. Bagaimana caranya? Bila sejumlah ikan (ikan mas Cyprinus carpio, ikan tawes Puntius javanicus, ikan nila Orechromis niloticus, ikan lele Clarias sp., dan gurame Osphronemus gouramy yang masih berukuran kecil) ditebar di sawah bersama tanaman padi, ikan itu tidak perlu diberi makanan tambahan. Soalnya, lahan sawah pada umumnya sudah cukup subur untuk mendukung pertumbuhan ikan.

Sementara itu, hama-hama padi biasanya tidak ngumpul di bagian tertentu. Hama wereng (wereng cokelat, wereng hijau, wereng punggung putih) memunyai kebiasaan hidup dan tinggal di bagian bawah batang padi pada permukaan air sawah. Hama ini akan disantap oleh ikan yang senang mencari hama di sekitar rumpun padi. Sedangkan hama yang bersembunyi di permukaan tanah dasar sawah akan dimangsa ikan yang suka mengaduk-aduk tanah.

Lha, hama yang nangkring di atas permukaan air aman dong? Jangan girang dulu, sebab mereka sesekali jatuh juga. Nah, begitu mencium air, langsung disambar ikan permukaan. Kalau tidak jatuh, kelakuan ikan yang berkejar-kejaran dan melompat-lompat tentu akan menggoyangkan batang-batang padi, mengingat lokasi tempat bermain mereka yang sempit. Akibat digoyang-goyang, akan lebih banyak lagi hama yang jatuh.

Selain hama terkendali, petani akan memperoleh keuntungan lain dengan metode ini. Pertama tentu mengurangi biaya untuk membeli insektisida, karena tugas itu sudah diambil alih oleh para ikan. Kedua, bagi tanaman padi sendiri mendatangkan keuntungan, yakni bertambah subur. Kenapa? Ya, akibat bertambahnya konsentrasi pupuk organik yang berasal dari kotoran ikan. Di samping itu, aktivitas mengaduk-aduk tanah dasar memudahkan akar tanaman padi untuk menyerap nutrien lebih banyak.

Ketiga, pada saat panen nanti, petani tak hanya menikmati hasil panen berupa padi, tetapi juga memperoleh pemasukan dari penjualan ikan. Keuntungan semakin besar karena ikan tadi tidak memerlukan "biaya hidup". Kerja sama yang saling menguntungkan antara ikan dan petani.

Konsep pengendalian hama hayati seperti ini sepintas sepele. Namun, kalau dilakukan secara luas oleh petani di seluruh Tanah Air, tentunya akan sangat menguntungkan. Tentu saja dengan catatan, tidak ada yang mencuri ikan-ikan itu. Sekadar mengingatkan, cara ini juga tidak bisa diterapkan di sawah tadah hujan.

Tidak ada komentar: