Jumat, 29 Agustus 2008

MENJAGA LINGKUNGAN MELESTARIKAN KUPU-KUPU


Kupu-kupu yang lucu

Ke mana engkau terbang

Hilir mudik mencari

Bunga-bunga yang kembang

Berayu-ayun

Pada tangkai yang lemah

Tidakkah sayapmu

Merasa lelah?

Generasi yang kini berusia di atas 30 tahun tentu akrab dan dibesarkan dengan lagu indah gubahan Ibu Soed itu. Mereka juga masih banyak yang mengenali binatang bersayap indah ini. Tapi bagaimana dengan anak-anak masa kini?

"Lihat, kupu-kupu itu besar sekali, ada mata besar di sayap bawahnya!" seru seorang anak kala ia berakhir pekan di Bodogol, Lido, Jawa Barat, awal 2004. Padahal, yang ditunjuknya itu ngengat besar. Artinya, anak-anak masa kini masih ada (mungkin juga banyak) yang tidak mengenal kupu-kupu.

Atas situasi macam itulah, "Saya ingin anak-anak sekarang, terutama yang tinggal di perkotaan dan lahan sempit, yang kurang berkesempatan menikmati keindahan alam, kembali peka, bisa mengenal dan menikmati makhluk kecil ciptaan Tuhan yang merupakan bagian penting dari sistem saling ketergantungan hidup di alam," papar Sumarto, Kepala Balai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Maka, dibuatkanlah rumah kupu-kupu hidup di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Kupu-kupu itu didatangkan dari seluruh pelosok Nusantara.

Masih untuk mengenal kupu-kupu, Peggie Djunianti, M.Sc., Ph.D., peneliti Zoologi Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong, Bogor, penyusun buku Butterflies of Bogor Botanic Garden mengajak kita ke Kebun Raya Bogor. Di kebun yang berada di tengah Kota Hujan itu kita bisa menikmati keindahan sekitar 96 jenis kupu-kupu yang bebas beterbangan.

Sayangnya, hal yang sebaliknya terjadi di Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung, Maros, Sulawesi Selatan. Saat ini, kawasan yang dulu dikenal sebagai surganya kupu-kupu sudah rusak oleh ulah manusia. Dulu, sebelum rusak, di kawasan ini ada sekitar 250 jenis kupu-kupu. Wajar kalau Alfred Russel Wallace (1823 - 1913) dalam The Malay Archipelago menjulukinya sebagai Kerajaan Kupu-kupu. Situasinya mirip dengan daerah singgah kupu-kupu raja di benua Amerika. Tapi kini hanya tersisa separo dari jumlah jenisnya. Penyebabnya mudah ditebak. Habitatnya rusak akibat kegiatan manusia memanfaatkan lahan dan kekayaan alam bukit karst tanpa kendali.

Rupanya, banyak pula orang yang tidak memahami bahwa rusaknya alam akan mengganggu populasi kupu-kupu. Padahal kupu-kupu termasuk penting perannya dalam ekosistem. Bersama serangga lain dan kelelawar, kupu-kupu membantu penyerbukan tanaman. Kita bisa menyantap aneka buah lezat karena jasa mereka. Sebaliknya, kelangsungan hidup kupu-kupu di alam pun tergantung tumbuhan inangnya. Ada kupu-kupu yang bisa meletakkan telurnya di beberapa jenis tanaman. Ada pula yang sangat pemilih, hanya di pohon tertentu. Jadi, hilangnya suatu jenis kupu-kupu bisa menjadi penanda kesehatan lingkungan.

Ancaman lain juga datang dari perburuan liar terhadap kupu-kupu yang tak terkendali untuk dijadikan cendera mata.

Soal pelestarian kupu-kupu, ada kisah menarik dari Victor Mason, pria kelahiran Sussex, Inggris yang kini menetap di Ubud. Bali. Sejak kecil, ia telah berburu kupu-kupu hidup dan mengawetkannya. Kegemaran ini berlanjut kala menetap di Ubud sejak 1969. Sampai suatu hari di akhir 1970-an ia akhirnya berhenti mengorbankan kupu-kupu demi kesenangannya sendiri. Itu terjadi karena ada seekor kupu-kupu belang jingga hitam (Dryadula phaetusa), yang hendak ia awetkan dan ia kira sudah mati, melepaskan diri dari tempat pengawetan dan terbang dengan jarum di tubuhnya! Sejak itu Victor menggantung jaring kupu-kupunya dan puas dengan mengamati mereka terbang bebas di alam.

Kalau saja banyak orang yang tidak mengganggu kehidupan kupu-kupu, baik secara langsung maupun tidak, tentulah kupu-kupu akan tetap terbang di sekitar kita. Anak-anak pun tak akan asing dengan satwa bersayap yang indah ini.

Tidak ada komentar: